Thursday, October 08, 2009

Solusi Seruan Pontianak, MAAF!

Ditulis oleh Tantra Nur Andi
Borneo Tribune


Pro dan kontra terbitnya Seruan Pontianak (SP) di tiga media cetak Kalbar, yakni Pontianak Post, Borneo Tribune dan Tribun Pontianak, Senin (28/9) lalu mencapai kata sepakat yaitu “permohonan maaf”.

Kesepakatan ini tercapai dalam dialog pencarian solusi SP yang digelar Kepolisian Daerah (Polda) Kalbar, di Graha Khatulistiwa, Mapolda, Rabu (7/10) kemarin.

Meski Pontianak diguyur hujan deras. Namun seluruh tokoh masyarakat Kalbar baik tokoh adat maupun tokoh agama, para penggagas SP, LSM, organisasi pemuda di Kalbar, Kerabat Kesultanan Kadriah, para pemimpin redaksi dari media cetak dan elektronik, AJI, PWI serta para wartawan-wartawati yang diundang hadir dalam pertemuan tersebut.

Pertemuan yang didahului dengan makan siang ini berlangsung cukup alot. Berbagai pendapat terbitnya SP disampaikan oleh para tokoh Kalbar.

Dialog yang mulai pukul 13.00 diawali dengan penyampaian sambutan Humas Polda Kalbar, Suhadi SW, Gubernur Kalbar yang diwakili Asisten I Ignatius Lyong dan Kapolda Kalbar, Brigjend Pol, Erwin TPL Tobing.

Suhadi dalam sambutannya mengatakan pertemuan ini bertujuan untuk mencari kata mufakat terhadap adanya pro dan kontra terhadap terbitnya SP.

“Dialog ini bukan untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah dan bukan untuk menentukan menang dan kalah tapi bersama mencari solusi,“ katanya.

Suhadi juga meminta media menempatkan fungsinya sebagai penyampai informasi, edukasi dan kontrol sosial. Karena itu, para jurnalis diharapkan dalam membuat berita di media dapat memperhatikan baik buruknya bagi Kalbar.

Ignatius Lyong meminta para tokoh masyarakat Kalbar untuk dapat menyikapi dengan bijak segala persoalan yang timbul di masyarakat. “Kita di sini kumpul dalam suasana yang sejuk, semoga hati menjadi sejuk,“ ujarnya.

Dituturkannya, kita semua sepakat bahwa damai itu indah, karena itu kuburlah masa lalu yang pernah terjadi. Mari bersama kembali pada yang damai. Hanya dengan damai Kalbar bisa membangun, jika suasana damai, investor akan masuk karena itu damai harus berada di hati kita semua.

“Saya hargai para penggagas SP, di dalam SP memang ada yang baik tapi juga ada hal yang kurang baik. Untuk itu, yang kurang baik harus diperbaiki dan yang berbuat salah mesti dimaafkan. Itulah manusia, semua orang bisa berbuat keliru. Mari kita maafkan yang berbuat salah demi kedamaian di Kalbar,“ tegasnya.

Sedangkan Kapolda Kalbar, Brigjend Pol, Erwin TPL Tobing dalam sambutannya mengungkapkan kebahagiaannya karena meski hujan deras mengguyur Pontianak tapi tidak menghalangi para undangan hadir dalam dialog ini.

“Suatu kesenangan dan kebahagiaan saya, ramainya yang hadir di sini menunjukkan kita semua ingin damai,“ tuturnya.

Kapolda mengajak selagi masih dalam suasana Idul Fitri, mari saling memaafkan. Dialog yang diawali dengan lagu Indonesia Raya, ini bukan seremoni, tapi kita harus bersatu. Makna hujan hari ini adalah membawa kesejukan.

“Tuhan punya kehendak, bapak-bapak hadir di sini bukan karena undangan saja tapi ini sudah menjadi kehendak Tuhan,“ ucapnya.

Kapolda mengakui sejak SP terbit 28 September lalu dirinya dikerumuni wartawan yang mempertanyakan Seruan Pontianak.

“Syukurnya, saya sudah baca pagi-pagi. Saya punya staf, saya suruh monitor dan saya buat langkah-langkah pencegahan,“ katanya.

Setelah timbulnya pro kontra terbitnya SP, Kapolda mengatakan dirinya langsung bersikap mengundang para penggagas SP. Setelah mengundang para penggagas SP ini, kita menggelar press conferens. Intinya Kalbar damai tergantung masyarakatnya. Kalau masyarakatnya mau heboh ya pasti heboh tapi kalau tidak ya tidak akan heboh.

Masalah SP ini bukan masalah besar, tapi akan menjadi masalah kecil jika kita tidak membesar-besarkannya.

Ditegaskannya, diskusi ini bukan ajang menghakimi. Tidak ada gunanya jika diskusi selesai tapi masalah tidak selesai.

“Apalagi semua tokoh masyarakat Kalbar ada di sini, masak kita tidak bisa menyelesaikan masalah kecil ini bersama-sama,“ ungkapnya.

Silahkan berkomentar atas terbitnya SP, tapi jangan emosi dan jangan terpancing.

Diungkapkan Kapolda Kalbar SP ini bagus tapi ada reaksi, pastinya ada mis dalam komunikasi. Ada yang tidak pas dalam penyampaiannya, karena itu penggagas harus menerimanya. Mungkin soal perencanaan, waktu dan cara penyampaian SP.

“Saat para penggagas menemui saya, saya bilang ini tokoh-tokoh muda yang potensial di bidangnya. Kata para penggagas SP tujuannya baik bukan menghancurkan. Hanya saja, saya melihat perencanaan kurang matang. Banyak yang tidak dilibatkan,” ucap Kapolda.

Erwin mengingatkan di Kalbar memang sering terjadi konflik. Konflik terjadi sejak tahun 1967 atau bahkan tahun 1920-an.

Kapolda mengakui SP baginya pribadi adalah proses belajar bagaimana menangani masalah yang terjadi.

“Ini juga menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk menjadi dewasa,“ tegasnya.

Ditegaskan Kapolda jika ada konflik semua akan rusak. Maka nanti cari solusi bersama. Kalau SP dianggap salah ya minta maaf.

“Kita meminta jangan sumbat komunikasi. Jangan ada yang tidak terakomodir rasa keadilannya,” kata Kapolda.

Menutup sambutannya, Kapolda mengingatkan pertemuan ini bukan forum peradilan yang menghakimi. Jangan berkutat pada masalah kontraproduktif. Tapi bagaimana bersama memikirkan Kalbar ke depannya. Bagi yang salah jangan malu mengakui kekurangannya.

Usai menyampaikan sambutannya, Kapolda Kalbar telah menunjuk Dekan Fakultas ISIP Untan, Prof Dr AB Tandililing, MA sebagai moderator diskusi mencari solusi SP.

Dalam pembukaan dialog, Tangdililing menyampaikan sesuai kata Kapolda Kalbar, dan Asisten I Gubernur Kalbar SP jangan diperpanjang, tapi cari solusinya yang meredam masalah dalam diskusi ini.

Ia mengingatkan mungkin dalam SP ada yang tidak pantas atau respon terlalu reaktif, mari berbincang-bincang dari hati ke hati jika SP ada masalah apalagi kita di Kalbar adalah satu keluarga besar.

Dikatakannya, damai tercipta karena integrasi. Konflik dan perdamaian itu ibarat dua sisi mata uang. Berbeda dan terjadi bergantian. Damai tidak bisa terus menerus ada, begitu juga konflik bukan tidak bisa diselesaikan.

Memulai diskusi, Tangdililing memberikan kesempatan kepada para hadirin untuk mengungkapkan pendapatnya. Beberapa orang tunjuk tangan.

Kesempatan pertama diberikan pada Ali Anafia. Ia mengatakan dirinya tidak mengenal para penggagas SP. Ia ingin melihat para penggagas SP. Akhirnya, Tangdililing meminta para penggagas SP maju ke depan memperkenalkan diri mereka. Sekitar belasan para penggagas SP akhirnya maju ke depan forum memperkenalkan diri. Mereka di antaranya, Nur Iskandar, Asriyadi Alexander Mering, Subro, Indah Lie, Pay Jarot Sujarwo, Dwi Syafriyanti, Syamsuddin, Yusriadi, Kristianus Atok, Agustinus, Budi Rahman dan beberapa lainnya.

Usai memperkenalkan diri, para penggagas duduk kembali dan diskusi dilanjutkan.

Petrus, Presiden Front Pembela Dayak (FPD) menyampaikan SP ini ibarat bunga bau busuk. Penggagas harus mencabutnya, hanya ada dua solusi, hukum adat atau ditangkap.

Sementara itu, Hermanto Djuleng meminta forum menghadirkan Andreas Harsono dan Suwito. Kalau ia tidak hadir nothing to lose, lebih baik bubar karena pertemuan ini tidak ada manfaat.

Mendengar ini, Tangdililing menanyakan pada para penggagas mengapa Andreas dan Suwito tidak hadir. Nur Iskandar menjawab, Andreas tidak bisa hadir karena menjadi saksi kunci pengadilan di Jakarta sedangkan Suwito tidak bisa hadir karena istrinya akan melahirkan.

Ketua DAD Kota Pontianak, Yakobus Kumis mendesak cabut Seruan Pontianak dan para penggagas minta maaf pada publik bukan pada pribadi. Karena SP bukan hanya menyinggung Dayak tapi masyarakat Kalbar.

“Saya tidak ingin Kalbar ini dicap daerah kerusuhan,” tegasnya.

Ia mengungkapkan banyak dari daerah bilang mau turun ke Pontianak untuk menangkap para penggagas SP. Tapi ia meminta agar orang daerah tidak ikut campur, ini urusan masyarakat Kota Pontianak.

Usai Yakobus berbicara, Tangdililing mempersilahkan tokoh masyarakat Bugis di Kalbar, Burhanuddin Abdullah menyampaikan pendapatnya.

Ia mengungkapkan terbitnya SP ada hikmahnya. Dalam seruan itu ada ajakan. Ia mengaku akibat terbitnya seruan tersebut, dari daerah-daerah telepon pada dirinya. “Kita mau perang dengan siapa pak?“ ujarnya disambut gelak tawa hadirin.

Ia meminta Polda Kalbar mengusut tuntas SP demi penegakan hukum. Jika dalam pengusutan tidak ditemukan unsur pidana, maka masalah selesai dan masyarakat pasti setuju.

Ia juga meminta para penggagas menyampaikan permohonan maaf pada publik dan penegakan hukum tetap jalan.

Setelah diskusi berjalan setengah jam, Tangdililing meminta kesepakatan bersama para hadirin, sampai pukul berapa diskusi akan dilakukan. Akhirnya disepakati diskusi sampai pukul 14.00.

Pimpinan Redaksi Harian Berkat, Werry Syahrial mengungkapkan ada dua masalah yang akan membuat Kapolda berat, pertama kerja keras menenangkan massa di luar jurnalistik. Kedua masalah SP ini ada tanda-tandanya perang media. Bahayanya perang media bisa menghancurkan negara.

Apalagi jika media terus melakukan investigasi. Kalau pun media distop pemberitaannya, Kapolda yang diberatkan. Apalagi kalau ini Kapolda yang memintanya, secara dunia jurnalistik Kapolda bisa disalahkan jika menyetop pemberitaan SP sampai di sini.

Ketua Lembaga Adat Melayu Serantau (LAMS) Kota Pontianak, Syamsul Rizal juga mendesak penggagas minta maaf yang disampaikan kepada pers seperti iklan SP yang sudah dimuat.

“Kita minta besok (hari ini, red) sudah ada permintaan maaf yang dimuat di koran,“ katanya.

Tokoh masyarakat Madura, Sulaiman yang juga diberi kesempatan untuk berbicara mengatakan dirinya setuju dengan seruan damai. Tapi sayang isinya saja mengungkit-ngungkit luka lama. Lebih baik para penggagas mengakui kekeliruan yang sudah dibuat dan mari kita bersama membuat seruan perdamaian Kalbar.

Sementara itu, Rektor Untan, Chairil Effendy menegaskan nama dirinya yang masuk dalam seruan pontianak karena pada beberapa waktu lalu ia di sms oleh Nur Iskandar tentang adanya Seruan Pontianak.

“Saya balas sms setuju dan akhirnya nama saya tercantum. Untuk itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada masyarakat Kalbar. Saya juga telah memaafkan adik-adik saya para penggagas SP. Jadikan ini proses pembelajaran. Apalagi mereka sudah mengakui kekeliruan mereka,” katanya.

Chairil juga menyatakan Untan sebenarnya siap menggelar seminar perdamaian untuk membangun perdamaian yang abadi di Kalbar.

Ia meminta semua hadirin menjaga Kalbar karena ini daerah kita bersama.

Chairil meminta Polda Kalbar menindaklanjuti proses penyidikan ke Andreas Harsono karena Chairil menganggap Andreas masih bersikap memprovokasi masyarakat Kalbar di blognya.

Herman Ivo, tokoh Dewan Adat Dayak Kalbar mengatakan tujuan SP sebenarnya bagus hanya saja datanya diragukan dan ada kata-kata provokatif.

Ia menegaskan kalau para penggagas SP ini gentlemen, pasti mereka akan meminta maaf dan mengakui kekeliruan mereka. Para penggagas harus memuat permohonan maaf di media yang sama. Meskipun pemerintah Kalbar sudah bilang maafkan saja tapi kalau nanti terulang kembali bagaimana? Harus ada proses pembelajaran di sini.

Ia juga meminta penggagas yang masih bikin persoalan di belakang agar lebih ditangani dengan tegas oleh Polda Kalbar.

Rafli, Kombespol, Direktur Reserse Polda Kalbar menyampaikan Polda sudah melakukan penyidikan sejak beberapa organisasi masyarakat datang ke Polda Kalbar.

“Sejak itu, kita respon dan kita sudah lakukan penyidikan. Kita panggil empat penggagas SP. Sudah kita dengar klarifikasinya dan sampai saat ini belum ada tindak pidana dalam SP. Ke 77 orang yang namanya tercantum dalam SP sudah kita panggil empat,” katanya.

Zulfidar dari Forum Mediasi Kalbar meminta semua pihak untuk bisa memaafkan kekeliruan para penggagas SP. Hari ini adalah mediasi, jika para penggagas SP meminta maaf sudah selesai masalahnya.

Setelah memberikan kesempatan pada semua tokoh, akhirnya Tangdililing mempersilahkan salah seorang penggagas SP, Nur Iskandar untuk berbicara.

Nur Iskandar pun mengatakan penerbitan SP ini sesuai dengan ilmu yang ia miliki. Dirinya melihat beberapa kejadian kriminal murni di Pontianak hampir saja berujung pada konflik komunal. Dimulai dari kasus Tanjung Raya dan Punggur serta sebelumnya kasus Gang 17. “Man a’radaddunya fa’alaihi bil ilmi, man a’radal akhirah fa’alaihi bil ilmi, waman a’radaddunya wal akhirah fa’alaihi bil ilmi (barangsiapa yang hendak selamat hidupnya di dunia hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang hendak selamat hidupnya di akhirat hendaknya dengan ilmu, dan barangsiapa yang hendak selamat dunia-akhirat hendaknya dengan ilmu—hadits Nabi SAW--red)

“Dari dasar inilah saya mempertanyakan kepada diri saya selaku jurnalis, apa yang bisa kamu dilakukan degan ilmu jurnalistik sebagai tindakan preventif?”

“Saya bersama para penggagas lainnya membuat draf SP yang tujuannya untuk menyerukan perdamaian. Kalau ada kata-kata yang dianggap terlalu keras dalam SP, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya pada masyarakat Kalbar,“ tutur Nur Iskandar.

Setelah Nur Iskandar menyampaikan permohonan maaf dan bersedia menerbitkan permohonan maaf di koran yang sama, akhirnya Tandililing menutup diskusi. Para pihak pun merasa senang serta saling jabat tangan. Nur Iskandar sendiri terlihat menitikkan air mata.

Suasana diskusi yang semua sempat tegang akhirnya berubah menjadi haru. Usai meminta maaf, Nur Iskandar disambut salam dan peluk kekeluargaan oleh para tokoh Kalbar.

Acara kemudian dilanjutkan dengan ulasan Kapolda bahwa guru besar sudah menyatakan mohon maaf, para tokoh masyarakat juga demikian. “Saya bertanya-tanya apakah penggagas mau minta maaf, ternyata mau. Ini bagus sekali untuk kedamaian Kalbar dan bagus sekali untuk kepemimpinan. Saya juga belajar dari kasus ini. Sebab untuk menjadi pemimpin tidak akan mulus. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang arif dan bijaksana.” Kapolda dalam setiap kesempatan selalu menekankan cari solusi secara arif dan bijaksana.

Lagu Bagimu Negeri kemudian berkumandang. Ruangan Graha Khatulistiwa pun kembali haru, dan setelahnya para kuli tinta memburu Kapolda untuk wawancara. Sementara para undangan berangsur menyusut meninggalkan lokasi dengan membawa hati lapang penuh damai. Damai ini menjadi bibit perdamaian yang potensial tumbuh ke masa depan. Jika ada kasus kriminalitas murni tidak lagi ditarik ke etnik atau agama tetapi lapor ke polisi, atau jalur hukum.

No comments: