Wednesday, February 09, 2011

Peluncuran Antologi di Pekanbaru


Pemimpin umum harian Riau Pos Sutrianto menandatangani kulit muka 'Agama' Saya Adalah Jurnalisme di Perpustakaan Soeman HS, Pekanbaru, 6 Februari 2011. ©Indriani


PERS mahasiswa Bahana Mahasiswa Universitas Riau meluncurkan antologi 'Agama Saya Adalah Jurnalisme' di Perpustakaan Soeman HS, Pekanbaru, hari Minggu. Ada wartawan, ada mahasiswa, ada seniman dan ada dosen pada acara peluncuran maupun "bedah buku" tersebut.

Acara dimulai dengan pertunjukan Teater Rakyat, sebuah kelompok kesenian Pekanbaru, dengan anggota anak-anak muda. Mereka membawa pertunjukan penggusuran tanah. Ada orang kuasa membawa "anjing" berupa orang bersenjata. Wartawan menulis dan diberi amplop. Mereka menggambarkan pentingnya jurnalisme dalam masyarakat.

Saya senang sekali dengan acara di Soeman HS. Gedung perpustakaan tersebut megah. Anak-anak kecil main di lantai dasar. Ada tempat buku. Ada tempat bermain aman. Juga ada kedai kopi Kim Teng. Ini kedai terkenal di seantero Riau.

Saya sengaja memilih Pekanbaru karena antologi ini adalah kritik terhadap media Indopahit. Ia perlu diluncurkan di luar Jakarta dan Surabaya: dua metropolitan dimana mayoritas Indopahit berasal.

Harian Tribun Pekanbaru menurunkan laporan satu halaman hari Minggu. Isinya, membahas antologi tersebut. Mereka juga menekankan kedekatan saya dengan Bill Kovach, guru wartawan di Cambridge dan Washington DC, yang mengarang The Elements of Journalism, bersama Tom Rosenstiel.

Beberapa aktivis mahasiswa juga datang dari Medan, Padang, Batusangkar, Bandar Lampung dan Pekanbaru. Saya perkirakan minimal 200 orang hadir di aula perpustakaan.

Ada tiga orang bicara soal antologi tersebut: Juwendra Asdiansyah (mantan pemimpin umum Teknokra, Lampung); Budi Setiyono (pemimpin redaksi Historia Online, sekretaris Yayasan Pantau, Jakarta); Sutrianto (pemimpin umum harian Riau Pos).

Sutrianto mengatakan isi buku tersebut berisi idealisme kewartawanan namun isinya kurang bicara soal dinamika antara idealisme dan tuntutan bisnis maupun owner. Asdiansyah bicara soal sumbangan saya dalam jurnalisme di Indonesia. Dia bicara bagaimana saya memimpin majalah Pantau dengan standar yang beda dari majalah-majalah lain serta memperkenalkan narasi lewat macam-macam kursus. Setiyono bicara bagaimana Pantau rekrut wartawan (dengan menilai mutu naskah si calon wartawan) dan membayar reporter dengan nilai Rp 400 per kata --nilai tertinggi di Indonesia satu dekade lalu.

Riau Pos
Peluncuran 'Agama Saya Adalah Jurnalisme' di Pekanbaru

Moderator, panelis, panitia dan beberapa peserta mejeng bareng sesudah bedah buku selesai. ©Rizki Ardhani Situmorang

No comments: